BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istilah
kromatografi berasal dari kata latin chroma
berarti warna dan graphien berarti
menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tswest (1903)
seorang ahli botani Rusia. Michael Tswest dalam percobaannya ia berhasil
memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan
menngunakan serbuk kalsium karbonat (CaCO3). Hasilnya berupa
pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan
komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan. Dari pipta-pita berwarna tersebut
muncul istilah kromatografi yang berasal dari kata “chroma” dan “graphein”.[1]
Kromatografi
menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atas distribusi diferensiasi
komponen sampel di antara dua fasa, yaitu fasa diam (stationary phase) dan fasa gerak (mobil phase). Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan yang
terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fasa
gerak dapat dapat berupa cairan disebut eluen atau pelarut serta gas pembawa
yang inert. Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi
diferensiasi komponen-komponen dalam sampel.[2]
Hasil pemisahan dianalisis berdasarkan harga atau nilai factor retardasi
(Rf), merupakan parameter
kharakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu
komponen pada kromatogram dan pada kondisi tetap merupakan besaran
kharakteristik dan reproduksibel.[3]
Berdasarkan latar belakang ini, maka dilakukan pemisahan dengan
menggunakan metode kromatografi kertas.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada
percobaan ini yaitu:
1. Bagaimana
cara pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi kertas (KK) ?
2. Bagaimana
mengetahui pigmen warna dalam tinta dengan menggunakan metode kromatografi
kertas (KK) ?
C. Tujuan
Tujuan percobaan pada praktikum ini
yaitu:
1. Untuk
mengetahui cara pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi kertas (KK).
2. Untuk
mengetahui pigmen warna dalam tinta dengan menggunakan metode kromatografi
kertas (KK).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Metode pemisahan merupakan aspek
penting dalam bidang kimia karena kebanyakan materi yang terdapat di alam
berupa campuran. Langkah untuk memperoleh materi murni dari suatu campuran,
harus dilakukan pemisahan. Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk
memisahkan campuran. Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan
distribusi molekul-molekul komponen di antara dua fase (fase gerak dan fase
diam) yang kepolarannya berbeda. Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi
secara lemah dengan fase diam maka komponen tersebut akan bergerak lebih cepat
meninggalkan fase diam. Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada
daya interaksi komponen-komponen campuran dengan fase diam dan fase gerak.
Apabila dua atau lebih komponen memiliki daya interaksi dengan fase diam atau
fase gerak yang hampir sama maka komponen-komponen tersebut sulit dipisahkan.[4]
Kromatografi dapat digolongkan
berdasarkan pada jenis fase-fase yang digunakan. Dalam kromatografi fase
bergerak dapat berupa gas atau zat cair dan fase diam dapat berupa zat padat
atau zat cair, maka berdasarkan fase bergerak-fase diam terdapat empat macam
sistem kromatografi, yaitu: kromatografi gas-cair, kromatografi gas-padat,
kromatografi cair-padat dan kromatografi cair-cair. Kromatografi juga dapat
didasarkan atas prinsipnya, misalnya kromatografi partisi (Partition chromatography) dan kromatografi serapan (Adsorption chromatography). Sedangkan
menurut teknik kerja yang digunakan, misalnya kromatografi kolom, kromatografi
lapis tipis (KLT), kromatografi kertas dan kromatografi gas.[5]
Tabel 1.
Jenis-jenis kromatografi[6]
Fase bergerak
|
Fase diam
|
Prinsip
|
Teknik kerja
|
Gas
|
Padat
|
Adsorpsi
|
Kromatografi gas-padat
|
Cair
|
Padat
|
Adsorpsi, partisi
|
Kromatografi kolom, KLT dan kromatografi kertas
|
Cair
|
Cair
|
Partisi
|
Kromatografi kolom, KLT dan kromatografi kertas
|
Gas
|
Cair
|
Partisi
|
Kromatografi gas-cair
|
Selain cara klasifikasi di atas ada
juga yang digabung, misalnya kromatografi partisi gas-cair, kromatografi
partisi cair-cair, kromatografi adsorbsi cair-padat dan lain-lain. Juga dikenal
kromatografi penukar ion dan kromatografi filtrasi gel yang prinsipnya berbeda
dari prinsip kromatografi yang telah disebutkan sebelumnya. Pada tabel 1,
dicantumkan jenis-jenis kromatografi yang umumnya dipakai.[7]
Ditinjau dari mekanismenya,
pemisahan dimungkinkan karena partisi yang kontinu dari zat-zat antara fase air
dan fase bergerak organik. Migrasi zat terlarut dimulai dari suatu spot padat
yang kecil atau garis yang tipis. Differential
migration molekul zat terlarut dimulai bila zona tempat mendepositkan zat
terlarut mulai terselimuti pelarut dengan gaya pendorong yang bersifat kapiler,
karena cairan membasahi kertas bergerak pada ruang-ruang berpori. Tegangan
permukaan adalah gaya pendorong untuk pergerakan secara kapiler. Jadi, partisi
cair-cair adalah mekanisme yang mendominasi pemisahan dengan kromatografi
kertas.[8]
Kromatografi kertas semula hanyalah
dianggap sebagai suatu bentuk sederhana dari partisi cair-cair. Serat-serat
selulosa hidrofilik dari kertas dapat mengikat air setelah berada di udara yang lembab, kertas
penyaring yang tampak kering sebenarnya dapat mengandung peresentase air yang
besar, katakanlah 20% atau lebih (% berat). Jadi, kertas dianggap analog dengan
suatu kolom yang mengandung fasa diam yang berair. Kemudian zat terlarut
tersebut dipartisikan diantara air ini dan pelarut organik bergerak yang mudah
tercampur dengan air. Bagaimana pun akan segera disadari bahwa model ini
terlalu sederhana. Pemisahan diperoleh di tempat fasa bergerak dapat bercampur
dengan air atau pada beberapa kasus fasa geraknya adalah larutan berair itu
sendiri. Jadi, walaupun partisi cair-cair memang dapat memainkan peranan dalam
beberapa kasus, mekanisme kromatografi kertas sering lebih sulit dari hal
tersebut.[9]
Teknik kromatografi kertas
diperkenalkan oleh Consden, Gordon dan Martin (1944) yang menggunakan kertas
saring sebagai penunjang fase diam. Kertas merupakan selulosa murni yang
mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar lainnya. Bila air
diadsorpsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis yang dapat dianggap
analog dengan kolom. Lembaran kertas berperan sebagai penyangga dan air
bertindak sebagai fase diam yang terserap diantara struktur pori kertas. Cairan
fase bergerak yang biasanya berupa campuran dari pelarut organik dan air akan
mengalir membawa noda cuplikan yang didepositkan pada kertas dengan kecepatan
berbeda. Pemisahan terjadi berdasarkan partisi masing-masing komponen diantara
fase diam dan fase bergeraknya[10]
Proses pengeluaran asam mineral dari
kertas disebut desalting. Larutan
ditempatkan pada kertas dengan menggunakan mikropipet pada jarak 2-3 cm dari
salah satu ujung kertas dalam bentuk coretan garis horizontal. Setelah kertas
dikeringkan, kertas diletakkan di dalam ruang yang sudah dijenuhkan dengan air
atau dengan pelarut yang sesuai. Penjenuhan dapat dilakukan 24 jam sebelum
analisis. Terdapat tiga teknik pelaksanaan analisis. Descending adalah salah satu teknik di mana cairan dibiarkan
bergerak menuruni kertas akibat gaya gravitasi. Pada teknik ascending; pelarut bergerak ke atas
dengan gaya kapiler. Nilai Rf harus sama baik pada descending maupun ascending.
Sedangkan yang ketiga dikenal sebagai cara radial atau kromatografi kertas
sirkuler. Kondisi-kondisi berikut harus diperhatikan untuk memperoleh nilai Rf
yang reprodusibel. Temperatur harus dikendalikan dalam variasi tidak boleh
lebih dari 0,5oC. Kertas harus didiamkan dahulu paling tidak 24 jam
dengan atmosfer pelarutnya, agar mencapai kesetimbangan sebelum pengaliran
pelarutnya pada kertas. Dilakukan beberapa pengerjaan yang parallel, Rf-nya
tidak boleh berbeda lebih dari ± 0,02.[11]
Suatu atomizer umumnya digunakan
sebagai reagent penyemprot bila batas permukaan pelarut dan zat terlarut dalam
kertas ingin dibuat dapat dilihat. Atomiser yang halus lebih disukai. Gas-gas
juga dapat digunakan sebagai penanda bercak. Untuk karbohidrat notasi RG
digunakan untuk menggantikan Rf. Setelah penandaan bercak atau batas permukaan,
selanjutnya dapat dilakukan analisis kolorimetri atau spektroskopi reflektansi
bila sampel berupa logam. Materi yang terdapat di dalam kertas dapat ditentukan
secara langsung dengan pelarutan. Kromatografi kertas selain untuk pemisahan
dan analisis kuantitatif, juga sangat bermanfaat untuk identifikasi. Hal ini
dapat dilakukan misalkan dengan membuat grafik antara RMα terhadap jumlah
kation dalam suatu deret homolog, maka memungkinkan untuk mengidentifikasi
suatu anggota deret homolog.[12]
Faktor
retardasi (Rf) merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Harga Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu
komponen pada kromatogram dan pada kondisi tetap merupakan besaran
karakteristik dan reproduksibel. Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak
yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut (fase bergerak).[13]
Tinta adalah
bahan berwarna yang mengandung pigmen warna yang digunakan untuk mewarnai suatu
permukaan. Tinta bersama pena dan pensil digunakan untuk menulis dan menggambar. Tinta merupakan
sebuah media yang sangat kompleks, berisikan pelarut, pigmen, celupan, resin
dan pelumas, sollubilizer (semacam senyawa yang membentuk ion-ion polimer polar
dengan resin tahan air), surfaktan (yaitu unsur basah yang menurunkan tekanan
permukaan dari sebuah cairan, memungkinkan penyebaran yang mudah, surfaktan
juga menurunkan tekanan antar permukaan antara dua cairan), materi-materi partikuler,
pemijar, dan material-material lainnya. Komponen-komponen tinta tersebut
menjalankan banyak fungsi: pembawa tinta, pewarna, dan dan bahan-bahan aditif
lainnya digunakan untuk mengatur aliran, ketebalan dan rupa tinta ketika
kering.[14]
Pada tahun 1944 sekali
lagi dari laboratorium martin, dipisahkan campuran asam-asam amino dilaporkan
dengan menggunakan kromatografi kertas. Pada teknik ini, volume larutan sampel
yang kecil diterapkan di dekat satu ujung pita kertas saring dan noda tersebut
dibiarkan kering (meniupnya dengan sebuah pengering rambut akan lebih
memudahkan). Ujung akhir dari pita kemudian dicelupkan ke dalam cawan yang
mengandung pelarut yang sesuai diruangan yang tertutup. Pada kromatografi
kertas yang menaik, terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini:
Pelarut
|
Ruang Kaca
|
Noda Sampel Asli
|
Uap pelarut
|
Pita kertas penyaring
|
Alat Penggantung dan prnjepit
|
Tutup
|
Kertas itu digantung di atas ruangan
agar kertas tersebut tercelup ke dalam larutan yang berada di dalam dasar
ruangan, dan pelarut akan merangkak naik diseluruh bagian kertas secara
perlahan-lahan akibat kapilaritas. Pada bentuk yang menurun, kertas dikaitkan
pada sebuah cawan yang mengandung pelarut yang terletak di atas ruangan, dan
pelarut bergerak ke bawah karena adanya kapilaritas yang dibantu oleh
gravitasi. Setelah gari depan pelarut tal memindahkan hampir sepanjang kertas,
pita disisihkan, dikeringakan dan diperiksa. Pada kasus yang sukses, zat
terlarut dari campuran yang asli akan bergerak di sepanjang kertas dengan
kecepatan yang berbeda-beda, membentuk sederetan noda yang terpisah. Jika
senyawa tersebut berwarna, tentu saja noda tersebut dapat dilihat. Jika tidak,
noda-noda tersebut harus ditemukan dengan cara lain.[15]
Fase
diam kertas whatman No.1 pengembangan dengan teknik menaik dua dimensi, larutan
pengenbang pertama asam asetat 2% dalam air dan larutan pengembang kedua adalah
benzene-asam asetat-air (60:22:1,2), jarak rambat 15 cm, penampak bercak sinar
ultraviolet, larutan diazo p-nitroanilin dan untuk lebih memperjelas warna
disemprot lagi dengan larutan natrium karbonat 15%. Sebagai pembanding
digunakan sebagai senyawa asam fenolat baku.[16]
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Jumat/24 Mei 2013
Waktu : 08.00-10.30
Wita
Tempat : Laboratorium
Kimia Analitik
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin
Makassar
B.
Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang
digunakan dalam percobaan ini yaitu Chamber, gelas kimia 250 mL, pipet skala 10
mL, bulp, pinset, pipa kapiler, botol
semprot, penggaris dan pensil.
2. Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Alumunium foil, kertas saring biasa,
larutan etanol (C2H5OH) 95%, larutan kloroform (CaCl3),
tinta (hitam, merah dan biru) serta tissue.
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja
pada percobaan ini yaitu sebagai berikut :
1. Menyiapkan 2
buah chamber (bejana/wadah).
2. Mengisi dengan
larutan pengembang (eluen) yaitu campuran etanol 95% dengan kloroform
perbandingan 1:1 sebanyak 10 mL.
3. Menyiapkan
kertas saring berukuran (4 cm X 10 cm) dibagi menjadi 3 bagian yang tidak
terpisah, memberi tanda batas bawah (1,5 cm) batas atas (1 cm). Membuat 3 buah
noda tetesan (spot) dari sampel tinta (merah, biru dan hitam) dengan jarak yang
sama pas dibawah garis pembatas bawah kertas saring.
4. Memasukkan
kertas saring ke dalam chamber yang berisi larutan eluen 1:1.
5. Memperhatikan
proses pemisahan pigmen warna yang terjadi dan mengangkat kertas saring jika zat pelarut mencapai batas atas kertas.
6. Mengulangi
langkah-langkah diatas dengan mengganti larutan eluen 1:4 dan 4:1.
7. Mencatat warna
dan jarak noda pada masing-masing sampel.
8. Menghitung
besar nilai faktor retardation (Rf) dari masing-masing sampel hasil
pemisahan ke tiga jenis perbandingan eluen yang digunakan.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
1. Tabel
Pengamatan
a.
Perbandingan
1:1 (etanol:kloroform)
No
|
Warna tinta
|
Warna noda
|
Jarak pelarut (cm)
|
Jarak zat terlarut (cm)
|
Gambar
|
1.
|
Merah
|
Pink
|
4,3
|
1,3
|
|
2.
|
Biru
|
Biru
Biru muda
Biru
|
4,3
4,3
4,3
|
2,3
2,4
2,8
|
|
3.
|
Hitam
|
Abu-abu
|
4,3
|
2,5
|
b.
Perbandingan
1:4 (etanol:kloroform)
No
|
Warna tinta
|
Warna noda
|
Jarak pelarut (cm)
|
Jarak zat terlrut (cm)
|
Gambar
|
1.
|
Merah
|
Pink
|
4,2
|
0,9
|
|
2.
|
Biru
|
Biru
Biru muda
|
4,2
4,2
|
3,2
0,7
|
|
3.
|
Hitam
|
Biru
|
4,2
|
0,7
|
c.
Perbandingan
4:1 (etanol:kloroform)
No
|
Warna tinta
|
Warna noda
|
Jarak pelarut (cm)
|
Jarak zat terlarut (cm)
|
Gambar
|
1.
|
Meah
|
Pink
Pink
|
4,2
4,2
|
1
1
|
|
2.
|
Biru
|
Biru muda
Biru muda
|
4,2
4,2
|
1,5
2,5
|
|
3.
|
Hitam
|
Biru tua
|
4,2
|
1,9
|
2.
Analisa Data
a.
Data I (1:1)
Rf(warna tinta) =
Rf (pink) =
= 0,302 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (biru) =
= 0,534 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (biru muda) =
= 0,558 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (biru) =
= 0,548 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (hitam) =
= 0,581 cm
b.
Data II (1:4)
Rf(warna tinta) =
Rf (pink) =
= 0,214 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (biru) =
= 0,166 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (biru muda) =
= 0,761 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (hitam) =
= 0,166 cm
c.
Data III (4:1)
Rf(warna tinta) =
Rf (pink) =
= 0,238 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (pink) =
= 0,238 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (biru muda) =
= 0,357 cm
Rf(warna tinta) =
Rf(biru muda) =
= 0,595 cm
Rf(warna tinta) =
Rf (hitam)
=
= 0,452 cm
B.
Pembahasan
Pada
praktikum ini dilakukan percobaan untuk mengetahui cara pemisahan dengan metode
kromatografi kertas dan menentukan pigmen warna dalam tinta dengan metode
kromatografi kertas. Tinta yang digunakan dalam percobaan ini adalah tinta
berwarna merah, biru, hitam. Fase diam yang digunakan adalah selulosa yang
merupakan penyusun dari kertas saring. Pengukuran kertas saring sepanjang 7x3
kemudian member batas garis atas 1 cm dan batas bawah 1,5 cm atau spot. Spot berfungsi sebagai tempat meletakkan sampel
yang akan dipisahkan. Pembuatan batas dilakukan dengan menggunakan pensil
dikarenakan bahan pensil tidak dapat bereaksi dengan pelarut (eluen) yang
digunakan. Eluen yang merupakan campuran dari etanol (C2H5OH)
dan kloroform (CHCl3) dengan perbandingan 1:1, 1:4 dan 4:1. Ketiga pelarut
ini digunakan sebagai eluen dalam percobaan ini karena kloroform (CHCl3)
merupakan pelarut non polar, sedangkan etanol (C2H5OH)
merupakan pelarut semipolar sehingga komponen dalam tinta yang bersifat polar
dan nonpolar dapat dipisahkan akibat perbedaan kelarutan dari setiap komponen. Fungsi
dari eluen yaitu sebagai fase gerak yang akan mengelusi sampel sehingga terjadi
pemisahan.
Berdasarkan hasil pengamatan, Tinta biru mempunyai nilai Rf tertinggi pada eluen
etanol (C2H5OH) dan kloroform (CHCl3) 1:4
yaitu 0,761 dibandingkan eluen yang lain. Hal ini menandakan bahwa tinta biru
mempunyai sifat non polar atau semipolar karena lebih jauh terdistribusi ke
larutan yang mempunyai volume yang paling banyak yaitu kloroform (CHCl3).
nilai Rf tinta merah paling besar pada eluen etanol
: kloroform (C2H5OH:CHCl3) (1:4) yaitu 0,214
cm dibandingkan nilai Rf 0,302 cm tinta merah pada eluen etanol : kloroform (C2H5OH:CHCl3)
(1:1). Nilai Rf tinta biru dan tinta hitam paling besar pada eluen etanol :
kloroform (C2H5OH:CHCl3) (1:4) dengan nilai Rf
masing-masing 0,166 cm. pada volume etanol (C2H5OH) yang
lebih besar, sedangkan komponen yang bersifat non polar atau kepolarannya
rendah akan lebih larut dan terdistribusi lebih jauh dengan fase gerak pada
volume kloroform (CHCl3) yang lebih besar. Perbedaan jarak yang
ditempuh zat terlarut disebabkan karena
dipengaruhi oleh kepolaran masing-masing tinta
tersebut sehingga harga Rf yang dihasilkan juga bebeda. Larutan yang
bersifat non-polar akan memperlambat proses kromatografi komponennya, karena
komponennya bersifat polar, sehingga akan mempengaruhi harga Rf, karena
perbedaan kelarutan serta sifat dari campuran tersebut.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
pada percobaan ini yaitu sebagia berikut:
1.
Cara
pemisahan kromatografi kertas berdasarkan fase diam kertas (selulosa) dan fase
gerak pelarut (etanol dan kloroform).
2.
Tinta
hitam terbentuk pigmen warna biru keabuan dan biru. Tinta biru terbentuk pigmen
warna biru dan biru muda sedangkan tinta merah terbentuk pigmen warna merah
muda dan pink.
B.
Saran
Saran untuk
percobaan selanjutnya yaitu sebaikka kertas yang digunakan yaitu menggunakan
kertas saring watman sehingga pembacaan jarak yang ditempuh zat pelarut dan zat
terlarut lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Wijono S, Sri Harsodjo. Isolasi dan
Identifikasi Asam Fenolat Pada Daun Katu. Jakarta : Institut Sains dan
Teknologi Nasional. 2004 .
Handayana, Sumar. Kimia Pemisahan. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya. 2005.
Khopkar S.M. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. 2010.
Underwood A.L dan R.A Day, Jr. Analisis
Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. 2010.
Yazid, Estien. Kimia
Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. 2009.
[1]Alimin, Kimia Analitik, (Makassar : UIN Alauddin, 2009), h. 73.
[2]Ibid
[3]Estien Yasid, Kmia Fisika Untuk Paramedis, (Yogyakarta
: Andi, 2003), h. 196 .
[4]Sumar Hendayana, Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan
Elektroforesis Modern, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya), h. 1-2.
[5]Estien Yasid, Kimia Fisika Untuk Paramedis, (Yogyakarta
: Andi, 2005), h. 194-195.
[7]ibid
[8]Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik, (Bandung : UI-Press, 2010), h. 162-163.
[9]A. L Underwood, Analisis Kimia Kuantitatif, (Jakarta :
Erlangga, 2010), h. 552.
[10]Estien Yazid, op. cit., h. 205 .
[11]Khopkar, op. cit., h. 163.
[12]ibid
[13]Estien Yasid, Kimia Fisika Untuk Paramedis (Yogyakarta : Andi, 2005), h. 196.
[15]A. L. Underwood dan R.A Day. Jr, Analisis Kimia Kuantitatif (Jakarta: Erlangga) h. 549.
[16]Sri Harsodjo Wijono S, Isolasi dan Identifikasi Asam Fenolat Pada
Daun Katu, (Jakarta : Institut Sains dan Teknologi Nasional, 2004), h. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar